BBSNEWS.CO.ID, Dalam sistem hukum Indonesia, memberikan nafkah kepada istri adalah kewajiban suami yang diatur secara tegas dalam Undang‑Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Namun, apabila istri melakukan perselingkuhan—dalam istilah fikih disebut nusyūz—kewajiban ini dapat gugur. Artikel ini membahas batasan dan prosedur hukumnya.
Dasar Hukum di Indonesia
Undang‑Undang Perkawinan 1974
Suami wajib melindungi istri dan memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Namun, Pasal 80 ayat 7 UU yang sama menjelaskan bahwa “kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (2) gugur apabila istri nusyūz,” yakni tidak taat kepada suami termasuk perselingkuhan
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Kompilasi Hukum Islam Pasal 149b menegaskan bahwa suami wajib memberi nafkah iddah, mut’ah, dan madlyah, kecuali jika istri dinyatakan nusyūz sehingga hak tersebut gugur
Lebih lanjut, Pasal 152 mengatur bahwa bekas istri berhak atas nafkah iddah kecuali dalam keadaan nusyūz atau telah dijatuhi talak ba’in
Surat Edaran dan Kebijakan Mahkamah Agung
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 dan SK Dirjen Badilag Nomor 1959 Tahun 2021 mempertegas bahwa hakim Pengadilan Agama dapat membebankan kewajiban nafkah secara ex officio, meski gugur secara hukum, apabila terdapat alasan keadilan atau fakta khusus dalam perkara perceraian
Pandangan Hukum Islam
Konsep Nusyūz
Dalam fikih, nusyūz merujuk pada ketidaktaatan istri yang melanggar hak suami, termasuk berselingkuh. Sepanjang masa nusyūz, istri kehilangan hak atas nafkah lahir dan batin
Pendapat Mazhab
Mayoritas ulama (jumhūr) bersepakat bahwa istri yang nusyūz tidak berhak menerima nafkah selama tindakan itu berlangsung
Menurut mazhab Hanafi, jika istri menolak hubungan tanpa alasan syar’i, ia dinilai nusyūz; namun jika masih menghuni rumah suami, dianggap patuh
Mazhab Syafi‘i berbeda, tetap mewajibkan suami memberikan nafkah iddah dan tempat tinggal meski istri nusyūz, karena masih berstatus istri raj‘i
Pun menurut Hanbali, kewajiban nafkah tetap berjalan selama talak raj‘ī belum habis masa iddahnya
Implikasi Praktis
Kewajiban Nafkah Saat Istri Selingkuh
Secara umum, suami tidak wajib menafkahi istri yang terbukti berselingkuh hingga masa nusyūz berhenti . Namun, dalam praktik Pengadilan Agama, jika suami bersedia membayar nafkah madliyah atau mut’ah meski istri nusyūz, hakim dapat menguatkan kesepakatan tersebut Istri juga dapat menggugat suami yang enggan memenuhi kewajiban nafkah pasca perceraian, baik iddah maupun nafkah anak, melalui Pengadilan Agama setempat
Prosedur Pengadilan Agama
Istri yang merasa hak nafkahnya dicabut dapat mengajukan gugatan rekonvensi nafkah madliyah sebelum atau setelah proses perceraian. Hakim kemudian mempertimbangkan status nusyūz dan kemampuan finansial suami dalam memutuskan besaran nafkah