BBSNEWS.CO.ID, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan alasan di balik penetapan empat pulau yang sebelumnya diklaim sebagai bagian dari Aceh kini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 25 April 2025.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang. Langkah pemerintah pusat ini memicu respons beragam karena persoalan klaim kepemilikan pulau tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun antara dua provinsi bertetangga tersebut.
Sejarah Sengketa: Dimulai Sejak 2008
Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, mengungkapkan bahwa persoalan ini telah muncul sejak tahun 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi melakukan proses verifikasi terhadap pulau-pulau di wilayah Indonesia.
Dalam kegiatan verifikasi di Aceh pada tahun tersebut, ditemukan 260 pulau, namun keempat pulau yang kini disengketakan tidak termasuk di dalamnya. Hal ini kemudian dikonfirmasi kembali oleh Gubernur Aceh pada 2009 melalui surat resmi.
Dalam dokumen tersebut, terdapat perubahan nama pulau dan koordinat yang menyertai identifikasi wilayah, misalnya Pulau Mangkir Besar sebelumnya dikenal sebagai Pulau Rangit Besar, dan Pulau Lipan pernah disebut Pulau Malelo.
Sementara itu, verifikasi serupa juga dilakukan di Sumatera Utara. Pemerintah provinsi Sumut kala itu melaporkan keberadaan 213 pulau, termasuk empat pulau yang kini menjadi sumber polemik. Verifikasi tersebut juga diperkuat oleh konfirmasi gubernur setempat pada tahun 2009.
Analisa Spasial dan Perubahan Koordinat
Kemendagri mendapati ketidaksesuaian koordinat antara klaim Aceh dan Sumut. Dari hasil kajian, empat pulau tersebut berada sejauh sekitar 78 kilometer dari titik koordinat yang disampaikan Pemerintah Aceh.
Setelah melalui pembahasan teknis dan kajian geospasial mendalam pada 2017, Dirjen Bina Adwil menerbitkan surat resmi yang menyatakan keempat pulau itu masuk dalam wilayah Sumut.
Kemudian, Aceh mengajukan revisi koordinat dan menyatakan bahwa sebelumnya terjadi kesalahan lokasi yang menggeser posisi keempat pulau dari wilayah Pulau Banyak ke Singkil Utara. Namun, setelah beberapa kali pertemuan lintas kementerian dan lembaga hingga tahun 2020, disepakati bahwa pulau-pulau tersebut berada di bawah otoritas Sumatera Utara.
Keputusan Final Pemerintah Pusat
Dalam pertemuan lanjutan pada Februari 2022, meski tidak tercapai kesepakatan antara pemerintah daerah Aceh dan Sumut, Kemendagri tetap menetapkan empat pulau tersebut ke wilayah Sumut melalui Keputusan Nomor 050-145.
Sempat dilakukan survei lapangan pada Mei hingga Juni 2022. Tim menemukan bahwa keempat pulau tidak berpenghuni, dan hanya ditemukan peninggalan seperti tugu dan makam tua yang dijadikan lokasi ziarah oleh masyarakat.
Pemerintah Aceh kemudian kembali menyampaikan dokumen tambahan sebagai bahan pertimbangan, namun tidak mengubah kesimpulan pemerintah pusat. Terakhir, pada 16 Juli 2022, Pemprov Sumut kembali menyatakan secara resmi bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari daerahnya.
Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terlibat dalam proses ini terdiri dari berbagai institusi, seperti Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BIG, BRIN, Pus Hidros TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten terkait.
Dasar Keputusan: Letak Geografis Lebih Dekat ke Sumut
Menurut Safrizal, penentuan wilayah ini juga mempertimbangkan faktor kedekatan geografis. Empat pulau tersebut berada tepat di depan pesisir Tapanuli Tengah, dan belum ada batas laut resmi antara Aceh dan Sumut yang ditetapkan hingga saat ini.
“Batas wilayah darat sudah disepakati antara Pemkab Aceh Singkil dan Pemkab Tapanuli Tengah. Namun, batas laut belum ditentukan,” ujar Mendagri Tito Karnavian saat ditemui di Istana Negara, 10 Juni 2025.
Tito menambahkan, delapan institusi pusat terlibat dalam proses ini, dan karena tidak tercapainya kesepakatan di tingkat daerah, keputusan pun diambil oleh pemerintah pusat.
Kemendagri Siap Hadapi Jalur Hukum
Safrizal menegaskan, Pemerintah Pusat siap menghadapi langkah hukum jika Pemerintah Aceh mengajukan gugatan. Ia menyebutkan, jalur yang tersedia bisa melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau bahkan Mahkamah Konstitusi (MK), sebagaimana pernah terjadi pada kasus serupa sebelumnya.
“Jika ingin menggugat, tersedia jalur PTUN atau MK. Beberapa kasus serupa juga pernah diajukan ke sana,” ungkapnya.
Upaya Dialog Tetap Ditempuh
Meski keputusan telah diambil, Kemendagri tetap membuka ruang dialog. Rencana pertemuan antara Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sedang dipersiapkan oleh Kemendagri bersama Kemenko Polhukam.
Safrizal menyatakan bahwa pertemuan tersebut bertujuan memberi penjelasan menyeluruh terkait dasar pengambilan keputusan pemerintah pusat.
Namun, jadwal pertemuan masih menunggu persetujuan dan koordinasi lebih lanjut dari Mendagri dan Menko Polhukam.