BBSNEWS.CO.ID, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, menanggapi wacana libur sekolah selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Menurutnya, wacana ini perlu dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan berbagai aspek, termasuk produktivitas siswa dan keberagaman agama di sekolah umum.
“Mungkin kebijakan ini cocok untuk pesantren karena kurikulum dan masa belajar di sana berbeda. Beberapa pesantren bahkan sudah meliburkan santri seminggu sebelum Ramadan hingga seminggu setelahnya, mencapai sekitar 45 hari,” kata Cholil kepada wartawan, Rabu (1/12/2024).
Namun, ia menekankan bahwa sekolah umum memerlukan penyesuaian dengan kurikulum yang ada, mengingat tidak semua siswa beragama Islam.
Produktivitas Jadi Pertimbangan Utama
Cholil menilai, perdebatan bukan pada soal libur atau tidak, melainkan pada produktivitas siswa selama bulan Ramadan. Ia menyoroti pentingnya menciptakan pembelajaran yang efektif dengan penyesuaian kegiatan.
“Menurut saya, lebih baik sekolah tetap berlangsung selama Ramadan, tetapi pembelajaran difokuskan pada pendidikan karakter dan penguatan spiritual. Hal ini bisa menjadi momen untuk meningkatkan aspek keagamaan melalui pendidikan di sekolah,” ujarnya.
Integrasi Pendidikan Agama dan Karakter
Ia menambahkan, Ramadan bisa dimanfaatkan untuk memperbanyak kegiatan yang mendukung pembentukan karakter siswa, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan.
“Sekarang ini, pendidikan agama lebih banyak diajarkan secara teoritis. Selama Ramadan, bisa dimasukkan kegiatan yang mengintegrasikan pendidikan agama dengan pengajaran lainnya untuk membentuk karakter siswa,” lanjut Cholil.
Berpuasa dan Belajar: Kebiasaan yang Harus Dibangun
Cholil juga menyoroti pentingnya membiasakan siswa untuk tetap belajar sambil berpuasa. Menurutnya, hal ini dapat mendidik siswa menjadi lebih tangguh.
“Puasa tidak seharusnya mengganggu proses belajar jika siswa terbiasa melakukannya. Nabi Muhammad SAW pun mengajarkan bahwa pendidikan dan aktivitas lainnya tetap berjalan selama Ramadan, bahkan di tengah peperangan,” imbuhnya.
Perlu Kajian Lebih Lanjut
Meski demikian, Cholil mengingatkan agar keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan dampak pada produktivitas siswa. Jika pembelajaran selama Ramadan ternyata menurunkan efektivitas, maka opsi libur panjang bisa menjadi alternatif.
“Intinya, kebijakan ini harus dikaji mendalam. Tujuan utamanya adalah memastikan produktivitas siswa tidak terganggu, baik dengan libur atau tetap belajar,” pungkasnya.
Wacana ini menjadi perhatian publik karena menyangkut keseimbangan antara kebutuhan spiritual selama Ramadan dan keberlangsungan pendidikan bagi siswa. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan segera mengambil langkah untuk mengkaji kebijakan ini secara menyeluruh.