Pendiri Nahdlatul Ulama & Sejarah Berdirinya Organisasi Islam Terbesar di Indonesia

Uncategorized44 Dilihat

Kalau kita bicara tentang Nahdlatul Ulama (NU), kita sedang membicarakan lebih dari sekadar organisasi keagamaan. NU adalah warisan perjuangan, intelektualitas, dan spiritualitas yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berdiri sejak 1926, NU lahir dari keresahan para ulama terhadap kondisi umat dan bangsa di masa penjajahan, serta dari semangat untuk menjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

NU bukan hanya organisasi Islam terbesar di Indonesia, tapi juga salah satu yang paling berpengaruh di dunia. Dengan jutaan anggota, ribuan pesantren, dan jaringan sosial yang luas, NU menjadi rumah bagi gerakan moderat Islam yang damai, toleran, dan berpihak pada kemanusiaan.

Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama

Untuk memahami mengapa Nahdlatul Ulama berdiri, kita harus menengok ke awal abad ke-20. Saat itu, Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Dunia Islam pun sedang mengalami kebangkitan intelektual dari Timur Tengah yang membawa semangat pembaruan.

Para ulama di Indonesia, terutama di Jawa, merasa perlu mempertahankan tradisi keilmuan pesantren yang sudah berabad-abad mengakar. Mereka khawatir bahwa nilai-nilai lokal dan ajaran Islam tradisional akan tergeser oleh pengaruh modernisme Barat yang berkembang pesat.

Di tengah kegelisahan itu, muncul sosok ulama karismatik bernama KH. Hasyim Asy’ari. Beliau adalah pendiri pesantren Tebuireng di Jombang dan memiliki pandangan jauh ke depan. Bersama sahabatnya, KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Syansuri, ia menggagas pembentukan sebuah organisasi yang bisa menampung semangat kebangkitan Islam ala pesantren.

Akhirnya, pada 31 Januari 1926, di kota Surabaya, lahirlah organisasi bernama Nahdlatul Ulama, yang berarti Kebangkitan Para Ulama. Tanggal ini kini diperingati sebagai tonggak sejarah berdirinya NU dan menjadi awal perjalanan panjang gerakan keagamaan terbesar di Indonesia.

Baca Juga  Sedang Trend, Beginilah Cara Bermain Kuis Bumi Doodle 2025

Arti Nahdlatul Ulama dan Filosofi di Baliknya

Secara etimologis, Nahdlatul Ulama berasal dari dua kata Arab: Nahdlat yang berarti kebangkitan, dan Ulama yang berarti para ahli agama. Jadi, maknanya adalah Kebangkitan Para Ulama. Namun lebih dari itu, NU melambangkan semangat kebangkitan umat Islam untuk memperjuangkan keadilan, kemerdekaan, dan kebenaran.

Saya pribadi melihat bahwa nama ini mengandung pesan moral yang kuat: bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kebangkitan ilmu dan moral para ulama. Mereka bukan hanya penjaga agama, tapi juga penggerak sosial dan nasionalisme.

Pendiri Nahdlatul Ulama dan Tokoh-Tokoh Utama

NU berdiri atas inisiatif para ulama besar yang memiliki pengaruh luas. Berikut adalah para tokoh sentral yang berperan penting dalam lahirnya organisasi ini:

  • KH. Hasyim Asy’ari – Pendiri utama dan Rais Akbar pertama NU.
  • KH. Wahab Hasbullah – Penggerak muda yang aktif membangun jaringan dan strategi organisasi.
  • KH. Bisri Syansuri – Tokoh fiqih yang memperkuat sistem pendidikan pesantren.

Ketiganya dikenal sebagai ulama karismatik yang mampu menyatukan berbagai kalangan pesantren di Indonesia. Dalam pandangan para ahli sejarah, seperti Prof. Azyumardi Azra, berdirinya NU adalah langkah penting untuk menegaskan identitas Islam Nusantara yang damai, toleran, dan adaptif terhadap budaya lokal.

Tujuan Didirikannya Nahdlatul Ulama

NU lahir bukan hanya untuk melestarikan tradisi keagamaan, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan. Tujuan pendiriannya meliputi:

  1. Menjaga ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.
  2. Meningkatkan kesejahteraan umat Islam melalui pendidikan dan dakwah.
  3. Mendukung kemerdekaan dan persatuan Indonesia.

Menurut saya, tiga poin itu adalah fondasi kuat yang membuat NU tetap relevan hingga kini. Organisasi ini mampu beradaptasi tanpa kehilangan akar tradisinya.

Baca Juga  Manfaat Kembang Kantil Merah Si Cantik yang Penuh Khasiat untuk Kesehatan

GP Ansor: Sayap Muda Nahdlatul Ulama

Setelah berdirinya NU, para ulama sadar bahwa perjuangan tidak bisa berhenti di generasi tua. Maka lahirlah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), organisasi otonom yang menjadi wadah kader muda NU. Nama Ansor berasal dari bahasa Arab yang berarti penolong, terinspirasi dari sahabat Nabi Muhammad SAW yang menolong kaum Muhajirin di Madinah.

Ansor singkatan dari Gerakan Pemuda Ansor, yang berdiri resmi pada tahun 1934 di Surabaya. Organisasi ini berperan penting dalam membina generasi muda Islam agar menjadi pemimpin berkarakter, nasionalis, dan religius.

Mars Ansor: Nyanyian Semangat Perjuangan

Setiap organisasi butuh simbol perjuangan. Dalam GP Ansor, semangat itu diwujudkan melalui Mars Ansor, lagu yang menggambarkan semangat jihad, cinta tanah air, dan kesetiaan kepada ulama serta NKRI. Lagu ini menjadi bagian dari identitas kader GP Ansor di seluruh Indonesia.

Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum GP Ansor, menegaskan bahwa semangat Ansor adalah menjaga moral bangsa dan menjadi pelopor Islam yang moderat di tengah tantangan global.

Banser: Garda Terdepan GP Ansor

Di bawah naungan GP Ansor, terbentuk satu pasukan khusus bernama Banser (Barisan Ansor Serbaguna). Banser berperan dalam menjaga keamanan kegiatan keagamaan, sosial, dan kebangsaan. Mereka dikenal disiplin, loyal, dan siap terjun langsung di lapangan.

Saya melihat Banser bukan hanya sebagai pasukan pengamanan, tetapi juga sebagai simbol pengabdian tanpa pamrih. Mereka hadir saat bencana, menjaga rumah ibadah, dan menjadi pelindung nilai-nilai kemanusiaan.

Nahdlatul Ulama dalam Perjuangan Kemerdekaan

NU memainkan peran besar dalam perjuangan melawan penjajah. Salah satu momen penting adalah ketika KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini menyerukan kepada umat Islam untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi Belanda. Tanggal tersebut kini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

Baca Juga  2 Remaja Pelaku Tawuran di Ciputat Diamankan Usai Tabrak Tiang ListrikTangerang Selatan

Selain itu, banyak tokoh NU yang terlibat langsung dalam pemerintahan dan perjuangan politik pasca-kemerdekaan. Namun pada 1984, di bawah kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU memutuskan kembali ke khittah 1926 — fokus pada dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial.

Langkah ini saya nilai sebagai keputusan strategis yang menjaga independensi NU sekaligus memperkuat perannya sebagai penjaga moral bangsa.

Peran NU di Era Modern

Dalam era digital dan globalisasi, Nahdlatul Ulama (NU) menghadapi tantangan baru. Informasi yang begitu cepat dapat memicu perpecahan jika tidak disikapi dengan bijak. Di sinilah peran NU sebagai penjaga moderasi beragama sangat penting.

NU melalui jaringan pesantren dan lembaga pendidikannya terus mengembangkan literasi digital, ekonomi umat, serta dakwah yang sejuk dan rasional. Upaya ini memperlihatkan bahwa NU tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Menurut pakar sosiologi agama, Dr. Zuly Qodir, kekuatan NU terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan perubahan tanpa kehilangan identitas. Nilai-nilai lokal dan semangat kebangsaan menjadi fondasi kuat yang membuat NU tetap kokoh hingga kini.

Refleksi dan Penutup

Sejarah dan perjuangan Nahdlatul Ulama adalah bukti nyata bahwa agama dan nasionalisme bisa berjalan beriringan. Dari para pendiri seperti KH. Hasyim Asy’ari hingga generasi muda GP Ansor dan Banser, semangat perjuangan itu terus hidup.

Saya percaya, selama ada santri yang menimba ilmu di pesantren, selama Mars Ansor masih berkumandang, dan selama NU terus menebar kedamaian — semangat kebangkitan para ulama tidak akan pernah padam.

Referensi: Ansor.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *