BBSNEWS.CO.ID, GAZA – Israel telah menyetujui rencana untuk menarik pasukan dari Jalur Gaza setelah terjadi kemajuan dalam negosiasi pertukaran tahanan dengan kelompok Hamas. Menurut laporan surat kabar Haaretz, militer Israel telah menyetujui beberapa opsi untuk penarikan cepat tentara dari Gaza, sebagai respons terhadap progres dalam pembicaraan tersebut.
Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah penarikan pasukan melalui Koridor Netzarim, yang membagi Gaza menjadi dua bagian. Meskipun Israel telah membangun infrastruktur dan pos-pos militer yang luas di Gaza, pihak militer menyatakan kesiapan untuk “mengevakuasi” pasukannya, dan siap melaksanakan setiap kesepakatan yang dicapai antara pemerintah Israel dan kelompok perlawanan Palestina, termasuk penarikan pasukan dalam waktu cepat.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebelumnya mengungkapkan bahwa sebuah delegasi yang dipimpin oleh David Barnea, Kepala Mossad, serta Ronen Bar, Kepala Shin Bet, akan berangkat ke Qatar untuk melanjutkan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait. Sementara itu, menurut laporan Yedioth Ahronoth, sekitar 90% rincian perjanjian pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas sudah disepakati, menurut sumber-sumber politik.
Meskipun demikian, baik Hamas maupun negara-negara penengah, seperti Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, belum memberikan konfirmasi resmi mengenai kesepakatan ini.
Ketidaksepakatan pada Jaminan Implementasi
Sumber-sumber mengatakan bahwa ketidaksepakatan utama yang muncul dalam negosiasi adalah permintaan Hamas untuk jaminan dari Israel terkait implementasi fase kedua dari perjanjian tersebut. Hamas khawatir bahwa setelah Perdana Menteri Netanyahu melaksanakan fase pertama dan mencapai tujuan politiknya, Israel akan melanjutkan serangan terhadap Gaza.
Menurut laporan sebelumnya, tahap pertama dari kesepakatan akan mencakup pembebasan tahanan lanjut usia dan sakit dengan dasar kemanusiaan, sementara tahap kedua akan melibatkan pembebasan personel militer. Meskipun rincian lengkap kedua tahap ini belum diungkapkan, kemajuan yang dicapai dalam negosiasi semakin mendekatkan pihak-pihak yang terlibat pada kesepakatan final.
Kunjungan Mendadak Utusan Trump dan Optimisme Kesepakatan
Dalam perkembangan lain, Steven Witkoff, utusan khusus Presiden terpilih AS, Donald Trump, untuk Timur Tengah, melakukan kunjungan mendadak ke Israel pada hari Sabtu. Witkoff bertemu dengan Netanyahu dan menyampaikan optimisme bahwa kesepakatan mengenai pertukaran tahanan dapat segera tercapai. Witkoff juga menyoroti bahwa tantangan utama dalam mencapai gencatan senjata adalah skeptisisme Hamas terhadap komitmen Amerika Serikat, mengingat pelantikan Trump yang dijadwalkan pada 20 Januari mendatang.
Proses Perundingan yang Terkendala
Meskipun ada kemajuan, perundingan yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat mengenai pertukaran tahanan dan gencatan senjata telah terhambat beberapa kali. Persyaratan baru yang diberlakukan oleh Netanyahu turut memperumit proses ini. Sementara itu, serangan militer Israel di Gaza masih berlangsung tanpa henti, dengan pihak Israel mengklaim bahwa mereka sedang membangun zona penyangga dan permukiman ilegal baru di wilayah tersebut.
Di sisi lain, Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, dan penghentian total serangan. Kritik terhadap Netanyahu datang dari kelompok oposisi dan keluarga tahanan di Israel, yang menuduhnya menghalangi kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Perang yang Menyisakan Kehancuran
Sejak serangan dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 46.500 jiwa, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel di Gaza. Meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera, serangan Israel tetap berlanjut. Di samping itu, Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu, Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional terkait perang yang dilancarkan di Gaza.