BBSNEWS.CO.ID, Abdullah Mahmud Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), menilai bahwa pernyataan seratusan pensiunan TNI yang mendesak pencopotan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden merupakan langkah yang terukur dan tidak melanggar dasar negara. Para purnawirawan tersebut tergabung dalam Forum Purnawirawan TNI.
“Semua tetap berada dalam batasan ideologi Pancasila dan UUD 1945,” ujar Hendropriyono saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Sabtu, 26 April 2025.
Ia juga menegaskan bahwa tuntutan tersebut merupakan bentuk penyampaian aspirasi yang sah dalam negara demokratis. “Yang terpenting adalah kita semua tetap menjaga stabilitas nasional,” lanjut mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan di Kabinet Pembangunan VII itu.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI merilis delapan poin tuntutan politik yang kemudian ramai diperbincangkan di media sosial. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh beberapa jenderal purnawirawan seperti Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan pada Februari 2025.
Salah satu tuntutan yang diajukan adalah meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mereka beralasan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 169 Huruf Q dalam Undang-Undang Pemilu dinilai melanggar prosedur hukum di MK serta Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Menanggapi hal ini, Jenderal TNI (Purn) Wiranto selaku Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memahami isi dari tuntutan para purnawirawan tersebut.
Namun, menurut Wiranto, Prabowo tidak bisa memberikan jawaban secara langsung karena permasalahan yang diangkat bersifat mendasar dan kompleks. “Masalah ini sangat fundamental, sehingga perlu dikaji secara mendalam,” ungkapnya di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025.
Lebih lanjut, Wiranto menjelaskan bahwa Presiden tidak memiliki kewenangan langsung untuk memenuhi tuntutan tersebut, mengingat Indonesia menganut prinsip Trias Politica, yang memisahkan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sistem inilah yang membatasi ruang gerak presiden dalam mengambil keputusan di luar ranah eksekutif.